Tanya jawab seputar Idul Adha
Apakah Hukum Shalat Idul Adha?
Shalat Idul Adha lebih utama dari shalat Idul fitri, karena shalat Idul Adha perintahnya secara khusus disebutkan dalam al-Qur’an (QS. al-Kautsar: 2)Hukum shalat Idul Adha (dan juga Shalat Idul Fitri) adalah sunnah. Shalat ini merupakan shalat sunnah yang paling utama. Menurut pendapat lain, hukumnya fardhu kifayah. Menurut Imam Abu Hanifah hukumnya wajib.
Waktu shalat Idul Adha adalah sejak terbitnya matahari, hingga tergelincir (waktu masuk dzuhur), pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Apakah perlu mandi sebelum Shalat Idul Adha?
Mandi terlebih dahulu sebelum berangkat shalat Idul Adha. Tujuannya agar berpenampilan bersih, rapi, dan wangi. Mengingat pada hari itu merupakan momen berkumpul dengan umat Islam yang lain. Selain itu, Nabi sendiri pernah mencontohkannya sebagaimana di dalam Hadis:عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى (رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Ibn Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah biasa mandi ketika (mau menghadiri shalat) pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ibn Majah).
Apakah perlu mandi sebelum Shalat Idul Adha?
Menggunakan minyak wangi dan bersiwak atau bersikat gigi, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Ini sebagai bentuk etika sesama manusia agar tidak ada yang risih atau terganggu akibat bau badan atau pakaian. Selain itu juga, kanjeng Nabi menyuruh untuk melakukan hal tersebut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ، جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ (رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah bersabda: sesunggunya hari ini merupakan hari raya, yang telah Allah jadikan (khusus) untuk umat Islam. Siapa saja yang (hendak) berangkat ke (shalat) Jumat hendaklah mandi (terlebih dahulu). Dan jika mempunyai wangi maka oleskanlah (ke pakaian/ badan), serta hendaknya kalian bersiwak.” (HR. Ibn Majah).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ، جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ (رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah bersabda: sesunggunya hari ini merupakan hari raya, yang telah Allah jadikan (khusus) untuk umat Islam. Siapa saja yang (hendak) berangkat ke (shalat) Jumat hendaklah mandi (terlebih dahulu). Dan jika mempunyai wangi maka oleskanlah (ke pakaian/ badan), serta hendaknya kalian bersiwak.” (HR. Ibn Majah).
Apakah perlu makan dulu sebelum Shalat Idul Adha?
Tidak makan sebelum pelaksanaan shalat Idul Adha usai. Hal ini sebagaimana telah dicontohkan Nabi:
عَنْ بُرَيْدَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ، وَكَانَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَرْجِعَ (رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Buraidah bahwa Rasulullah tidak keluar untuk (shalat) Idul Fitri sampai selesai makan (terlebih dahulu), dan beliau tidak makan ketika hari raya kurban sampai (selesai shalat) sehingga baru pulang (untuk makan).” (HR. Ibn Majah).
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْفِطْرِ لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَأْكُلَ شَيْئًا , وَإِذَا كَانَ الْأَضْحَى لَمْ يَأْكُلْ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ , وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكَلَ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah Saw. ketika hari Idul Fitri tidak kelur dulu sebelum makan sesuatu. Ketika Idul Adha tidak makan sesuatu hingga beliau kembali ke rumah. Saat kembali, beliau makan hati dari hewan kurbannya.”
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah menganjurkan agar tidak melebihi dari sepertiga dari daging hewan kurban. Mereka mengatakan bahwa daging hewan kurban sebaiknya dibagi tiga; sepertiga dimakan sohibul kurban dan kelurganya, sepertiga dihadiahkan kepada kerabat, tetangga dan teman-temannya meskipun mereka kaya, dan sepertiga yang lain disedekahkan kepada fakir miskin.
Ulama dari kalangan Malikiyah, Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah sepakat bahwa makan dari kurban sunah sangat dianjurkan dan hukumnya sunah. Dalam kitab Alfiqhul Islami disebutkan;
وأما الأضحية التطوع: فالمستحب للمضحي بها عن نفسه الأكل منها، أي أن الأفضل له تناول لقم يتبرك بأكلها، لقوله تعالى: فكلوا منها، وأطعموا البائس الفقير [الحج:28/22] وعند البيهقي: أنه صلّى الله عليه وسلم كان يأكل من كبد أضحيته
“Adapun kurban sunnah, maka disunahkan bagi yang berkurban untuk dirinya ikut makan dagingnya, jelasnya bahwa yang paling utama bagi yang berkurban adalah mengambil beberapa suap untuk dimakan dengan mengalap berkah, berdasarkan firman Allah SWT.; ‘Maka makanlah sebagian dari hewan kurban dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (QS. Al Hajj : 36). Dan menurut Imam AlBaihaqi; “Sesungguhnya Nabi Saw. memakan hati hewan kurbannya”.
Adapun makan daging kurban wajib terjadi perbedaan ulama, sebagaimana telah disinggung di atas. Menurut ulama Syafiiyah, seluruh bagian kurban wajib harus disedekahkan kepada orang lain, dan orang yang berkurban dan kelurga yang wajib dinafkahi tidak boleh makan sama sekali.
وقال الشافعية : الأضحية الواجبة ـ المنذورة أو المعينة بقوله مثلاً: هذه أضحية أو جعلتها أضحية : لا يجوز الأكل منها، لا المضحي ولا من تلزمه نفقته. ويتصدق بجميعها وجوباً
“Ulama Syafi’iyyah berpendapat; ‘Kurban wajib yang dinazarkan atau ditentukan dengan ucapan seseorang misalnya, ‘hewan ini jadi kurban’ atau ‘aku jadikan hewan ini sebagai kurban,’ maka orang yang berkurban dan orang yang dalam tanggungannya tidak diperbolehkan makan dagingnya, dia wajib menyedekahkan semua dagingnya.”
عَنْ بُرَيْدَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ، وَكَانَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَرْجِعَ (رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Buraidah bahwa Rasulullah tidak keluar untuk (shalat) Idul Fitri sampai selesai makan (terlebih dahulu), dan beliau tidak makan ketika hari raya kurban sampai (selesai shalat) sehingga baru pulang (untuk makan).” (HR. Ibn Majah).
Apakah orang yang berqurban di Idul Adha boleh ikut memakan daging qurban nya?
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan bahwa Nabi Saw. makan bagian hati dari hewan kurbannya sendiri. dalam hadis riwayat Imam Albaihaqi disebutkan;كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْفِطْرِ لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَأْكُلَ شَيْئًا , وَإِذَا كَانَ الْأَضْحَى لَمْ يَأْكُلْ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ , وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكَلَ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah Saw. ketika hari Idul Fitri tidak kelur dulu sebelum makan sesuatu. Ketika Idul Adha tidak makan sesuatu hingga beliau kembali ke rumah. Saat kembali, beliau makan hati dari hewan kurbannya.”
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah menganjurkan agar tidak melebihi dari sepertiga dari daging hewan kurban. Mereka mengatakan bahwa daging hewan kurban sebaiknya dibagi tiga; sepertiga dimakan sohibul kurban dan kelurganya, sepertiga dihadiahkan kepada kerabat, tetangga dan teman-temannya meskipun mereka kaya, dan sepertiga yang lain disedekahkan kepada fakir miskin.
Apakah panitia qurban di Idul Adha boleh ikut memakan daging qurban nya?
Panitia kurban boleh menerima hasil hewan kurban sebagai hadiah, sedekah, asal bukan sebagai upah dari pekerjaan mengurus pelaksanaan hewan kurban.
Apakah orang yang berqurban karena nadzar atau wajib boleh ikut memakan daging qurban nya?
Tdk boleh makan dari daging hewan qurban bagi yg qurban wajib atau qurban nazar.
Ulama dari kalangan Malikiyah, Hanafiyah, Syafiiyah dan Hanabilah sepakat bahwa makan dari kurban sunah sangat dianjurkan dan hukumnya sunah. Dalam kitab Alfiqhul Islami disebutkan;
وأما الأضحية التطوع: فالمستحب للمضحي بها عن نفسه الأكل منها، أي أن الأفضل له تناول لقم يتبرك بأكلها، لقوله تعالى: فكلوا منها، وأطعموا البائس الفقير [الحج:28/22] وعند البيهقي: أنه صلّى الله عليه وسلم كان يأكل من كبد أضحيته
“Adapun kurban sunnah, maka disunahkan bagi yang berkurban untuk dirinya ikut makan dagingnya, jelasnya bahwa yang paling utama bagi yang berkurban adalah mengambil beberapa suap untuk dimakan dengan mengalap berkah, berdasarkan firman Allah SWT.; ‘Maka makanlah sebagian dari hewan kurban dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir (QS. Al Hajj : 36). Dan menurut Imam AlBaihaqi; “Sesungguhnya Nabi Saw. memakan hati hewan kurbannya”.
Adapun makan daging kurban wajib terjadi perbedaan ulama, sebagaimana telah disinggung di atas. Menurut ulama Syafiiyah, seluruh bagian kurban wajib harus disedekahkan kepada orang lain, dan orang yang berkurban dan kelurga yang wajib dinafkahi tidak boleh makan sama sekali.
وقال الشافعية : الأضحية الواجبة ـ المنذورة أو المعينة بقوله مثلاً: هذه أضحية أو جعلتها أضحية : لا يجوز الأكل منها، لا المضحي ولا من تلزمه نفقته. ويتصدق بجميعها وجوباً
“Ulama Syafi’iyyah berpendapat; ‘Kurban wajib yang dinazarkan atau ditentukan dengan ucapan seseorang misalnya, ‘hewan ini jadi kurban’ atau ‘aku jadikan hewan ini sebagai kurban,’ maka orang yang berkurban dan orang yang dalam tanggungannya tidak diperbolehkan makan dagingnya, dia wajib menyedekahkan semua dagingnya.”
0 Response to "Tanya jawab seputar Idul Adha"
Post a Comment